Perpustakaan Nasional menggelar acara diskusi virtual mengenai sejarah Swasembada Pangan pada Kamis, 29 Juli 2021 pada pukul 09.00 WIB yang disiarkan melalui Zoom dan juga kanal Youtube Perpustakaan Nasional. Acara diskusi ini merupakan diskusi ke enam dari rangkaian acara FGD Diskusi Sejarah yang diselenggarakan oleh Kelompok Monograf dan Berkala Langka atau Klasika.
œWHO sebagai organisasi dunia menyatakan bahwa suatu negara dikatakan sudah mampu berswasembada pangan jika produksi pangan nya sudah mencapai 90% dari kebutuhan nasional. Negara yang tidak mampu mencukupi pangan rakyat akan sangat rentan terhadap gejolak kedaulatan. tutur Luthfiati Makarim.
FGD Diskusi Sejarah dengan tema Swasembada Pangan ini mengundang dua orang narasumber yaitu M. Luthfi Khair A., S.Hum yang merupakan Peneliti LIPI di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Bidang Sejarah Indonesia, dan Ruriatno, S. IPust yang merupakan Pustakawan Ahli di Perpustakaan Nasional. Acara dipandu oleh Aditia Muara Padiatra, beliau merupakan seorang pengajar di IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Materi yang disampaikan oleh Ruriatno dari Perpustakaan Nasional adalah mengenai kebijakan Swasembada Pangan pada era Demokrasi Terpimpin dalam rentang tahun 1959-1965. Untuk mengatasi masalah pangan yang dihadapi Indonesia sejak masa sebelum merdeka, digalakan Panca Usaha Tani. œPanca Usaha Tani ini meliputi kegiatan penyediaan air dalam jumlah cukup dan waktu yang tepat; penggunaan benih unggul dengan potensi hasil yang tinggi, mempunyai ketahanan hidup yang tinggi dan masa tumbuh yang relatif pendek; penyediaan pupuk yang cukup; pengendalian hama terpadu, dan cara bercocok tanam yang baik. papar Ruriatno.
Luthfi Khair dalam paparannya menjelaskan Swasembada Pangan di Era Orde Baru, beliau menjelaskan bahwa swasembada beras menjadi target utama pembangunan Orde Baru. Direktur Jenderal FAO Dr. Eduard Saoma mengundang khusus Presiden Soeharto untuk menyampaikan pidato di peringatan 40 tahun FAO. œSoeharto bersama rakyat Indonesia menyerahkan bantuan berupa 100.000 ton padi yang merupakan sumbangan dari para petani untuk korban kelaparan di sejumlah negara di Afrika. Ini ini yang disebut sebagai Swasembada Pangan.œ tutur Luthfi.
Acara ditutup dengan kesimpulan dari paparan sejarah yang diterangkan bahwa untuk mencapaik Swasembada Pangan diperlukan fokus serius dari pemerintah dan berbagai elemen masyarakat untuk membentuk hubungan yang harmonis dalam mencapai kesejahteraan pangan.
Reporter : Syifa Azka Layalia